Friday, May 2, 2014

REVIEW 1 JURNAL: PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MEMBERDAYAKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH
DALAM MEMBERDAYAKAN
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

I.       PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, batas Negara untuk dunia perdagangan international sudah hampir tidak ada lagi, karena setiap Negara telah menyepakati kesepakatan international seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya. Sehingga setiap Negara tidak dapat lagi menentukan kebijakan tarif dan fiskal melebihi kesepakatan yang dibuat.  Termasuk diantaranya perhatian khusus terhadap perlindungan hak kekayaan Intelektual (HaKI) yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian (Agreement Establishing The Word Trade Organization) yaitu salah satu persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual. Indonesia telah mengesahkan keikutsertaannya pada perdagangan dunia atau World Trade Organitation (WTO) dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1997.
Berbagai kebijakan pemerintah yang mengindikasi kepedulian akan tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan Usaha Kecil seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 yang memberikan leluasa gerak dari usaha kecil dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pengkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain : “Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorong pertumbuhan dan permasyarakatan Koperasi.
Koperasi, usaha kecil dan menengah yang telah terdaftar dan mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual antara lain : CV. Handle (usaha garmen di Cempaka Putih dengan merek “Supramanik”, Atikah (usaha garmen di Jawa dengan merek “Dewi Bordir”,   PT. Lembaga Kencana (usaha susu sapi di Bandung dengan merek “Lambang Kencana” dan Enjang Dudrajat (usaha peti antik dengan merek “Pramanik” di Jawa Barat).
Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan tentang merek pertama kali adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 tentang “Merek Perusahaan dan -Perniagaan”. Undang-undang ini merupakan perubahan ketentuan yang mengatur tentang merek sejak zaman kolonial dahulu atau dikenal dengan sebutan “Reglement Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 menganut sistem “Deklaratif” artinya bahwa perlindungan hukum terhadap hak atas merek diberikan kepada pemakai merek pertama. Di dalam pelaksanaan undang-undang tersebut dirasakan masih kurang tepat karena belum menggambarkan atau mengikat kepastian hukum. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang baru No. 19 Tahun 1992 tentang merek yang menganut system “Konstitutif” dan lebih menjamin kepastian hukum karena perlindungan hukum atas merek diberikan kepada pendaftar pertama.
Tahun 1997 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 Tahun 1992, yang mengatur tentang merek dagang dan jasa. Kemudian diatur lagi Undang-Undang merek khusus pada UU Merek No. 15 Tahun 2001.
Perkembangan dunia perdagangan international menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap pengurangan segala hambatan di berbagai aspek serta menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati bersama.
1.2        Rumusan Masalah
Apabila dilihat dari judul penelitian, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1.      Sejauhmana minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
2.      Seberapa besar penyuluhan yang telah diberikan oleh instansi pemerintah terkait
3.      Apa sajakah hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah selaku pemanfaat HaKI.
1.3        Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
·         Mengetahui seberapa besar minat Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.
·         Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kurangnya minat Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
Manfaat dari penelitian ini adalah :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas terkait, serta KUKM sebagai bahan penyusunan rencana kebijakan yang akan datang.
1.4        Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian meliputi :
1.      Gambaran dari produk yang dihasilkan KUKM
2.      Langkah-langkah operasional yang telah dilakukan instansi dan dinas  yang menangani HaKI
3.      Faktor-faktor penghambat dalam mendapatkan HaKI oleh Koperasi,Usaha Kecil dan Menengah.

II.    KERANGKA PEMIKIRAN
Arti Penting HaKI adalah :
1.      “Sebagai suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan bagi para pemegang hak yang dimaksud; dan
2.      HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan motivasi manusia untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten & Merek, 2001).
1.            Merek
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001, khusus untuk merek diatur oleh Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001. Yang dimaksud “Merek” adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
Merek merupakan karya intelektual yang menyentuh kebutuhan manusia sehari-hari dalam melengkapi hidupnya misal saja untuk makanan, minuman dan keperluan sekunder seperti TV, radio, kulkas, AC dan alat rumah tangga lainnya. Selain sebagai tanda yang mudah dikenal pelaku konsumen juga dapat memberikan jaminan bagi kualitas barang jasa apabila para konsumen sudah terbiasa menggunakan merek tertentu untuk kebutuhannya.
Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspek ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam Undanh-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 90 menyatakan : “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama atau keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
2.            Sosialisasi Mendapatkan HaKI
Untuk meningkatkan kesadaran mengenai HaKI, maka sosilalisasi terhadap masyarakat sangatlah diperlukan. Penilaian komersil patut dihargai bagi seseorang yang telah maju dalam berbisnis. Namun nilai komersil bisa hilang apabila usaha tersebut tidak diikat erat-erat dengan ketentuan perundang-undangan. Di Indonesia sendiri kelihatannnya HaKI kurang diminati oleh pelaku bisnis karena kurangnya penyuluhan dan pembinaan dari pemerintah terhadap usaha yang telah mulai baik berjalan. Hal ini disebabkan karena kultur masyarakat yang beranggapan bahwa memperbanyak karya intelektual dan mempromosikan karya tersebut tidak perlu otorisasi, sehingga ada yang beranggapan tanpa HaKI suatu produk pun akan tetap terjual dan HaKI hanya menambah biaya administrasi saja yang berarti memperbesar beban usaha. Persepsi yang keliru tersebut hendaknya segera diluruskan dengan memberikan pengertian dan penjelasan mengenai HaKI.
Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan kesadaran akan hukum di masyarakat mengenai sistem HaKI baik nasional maupun internasional terutama dalam hal merek.
3.            Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa merek sering terjadi diantara pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang dengan baik serta merek dagangnya sudah dikenal di seluruh lapisan masyarakat. Sehingga tak heran apabila merek dagang tersebut dipalsukan dan digunakan oleh pengusaha lain.
Sengketa penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

III. METODE PENELITIAN
1.            Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terpilih sampel 4 (empat) provinsi yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung. Terpilihnya empat provinsi tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data yang diperoleh dapat mewakili Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah sampai ke pelosok Indonesia. Usaha yang akan dilihat adalah beragam usaha rumah tangga yang merupakan mata pencaharian tetap bagi pebisnis kecil, dengan administrasi sangat sederhana, tenaga kerja (lokal) dan jam kerja pun belum memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.
Karakteristik produk dari keempat provinsi diatas antara lain, Provinsi Kalimantan Selatan dengan produksi mandau (golok), tikar lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, dan tas dari manik. Kalimantan tengah dengan hasilnya seperti anyam-anyaman tikar dari rotan yang disebut tikar lempit dan kursi rotan. Kalimantan timur dengan sarung Samarinda, tas dan sarung pensil manik, serta bengkel bubut pembuatan kipas kapal. Provinsi lampung dengan kerajinan rumah tangga seperti pembuatan kopi, keripik singkong, keripik pisang dan makanan-manakan kecil lainnya. Dengan memadukan beberapa provinsi yang mempunyai penghasilan beragam, tentunya akan muncul pendapat responden tentang minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.
2.            Populasi Penelitian
Dari empat provinsi yang diteliti, maka data-data diambil sebagai berikut :
·         Setiap provinsi diambil 3 kabupaten/kota, berarti daerah survey 12 kabupaten/kota.
·         Setiap kabupaten/kota diambil datanya 5 koperasi dan 5 usaha kecil dan menengah, artinya jumlah koperasi serta usaha kecil dan menengah yang di survey masing-masing 60.
·         Jumlah data terkumpul 120 (dari koperasi serta usaha kecil dan menengah). Data-data yang telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui minat dari para pebisnis dalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
3.            Penarikan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik antara lain :
a.       Field Work Research
Penelitian langsung ke lapangan tempat objek (observasi). Dengan cara interview dan mengisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Interview ditujukan pada para pengurus koperasi, manager koperasi dan pemilik usaha kecil maupun menengah. Umumnya dua orang atau lebih hadir dalam proses tanya jawab ini, masing-masing pihak berkomunikasi dengan baik dan lancar.
b.      Library Research

Pengamatan deskriptif diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai permasalahan yang berhubungan dengan materi penelitian. Informasi didapatkan baik dari media cetak (buku) maupun elektronik (internet) sehingga tercapai kesinambungan antara teori dengan prakteknya.


DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Direktorat Jenderal Bina Lembaga Koperasi. Jakarta.
Anonimous, (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
Anonimous, (2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang Paten dan Merek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”. Bandung.
Hadi Sutrisno, (1993). Metodologi Research. Penerbit. “Andi Offset”, Yogyakarta.
Maulana Insan Budi, (2000). Peran Serta LSM dalam Pemberdayaan KPKM di Bidang HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
Nahar Rahimi SH, (2000). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.
Singgih Santoso, (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Paramatrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sugiyono, (2003). Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta, Bandung.
Suharto, Tata Iryanto, (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Penerbit “Indah”. Surabaya.
Umar Achmad Zen P, (2000). Sosialisasi dan Penegak Hukum di Bidang HaKI Khususnya yang Berkaitan dengan Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.

Daftar nama anggota kelompok :
  1. Eko Barliata               (22212424)
  1. Julio Indra Pratama     (23212993)
  1. Novia Ramadhany      (25212401)


REVIEW 2 JURNAL : PERLINDUNGAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DIBIDANG PATEN

PERLINDUNGAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DIBIDANG PATEN

Oleh: Mastur
Dosen Fak. Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang
mastur_unwahas@yahoo.com
B. Pembahasan
1. Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual tentang Paten
a. Definisi paten
Istilah Paten yang dipakai dalam peraturan hukum Indonesia berasal dari bahasa Belanda octrooi dan octrooi berasal dari bahasa Latin dari kata auctor/auctorizare yang artinya dibuka. Maksudnya yaitu bahwa suatu penemuan yang mendapatkan paten menjadi terbuka dan untuk diketahui umum. Hak Paten adalah hak yang diberikan pemerintah dan bersifat eksklusif. Hak eksklusif dari pemegang hak paten adalah produksi dari barang yang dipatenkan (manucfacturing) penggunaan (using) dan Penjualan (selling) dari barang tersebut dan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan penjualan barang seperti mengimpor dan menyimpan(stocking). Untuk mendapatkan paten suatu penemuan harus memilki syarat substantif tertentu yaitu : kebaharuan (novelty), bisa dipraktekkan dan perindustrian (industrial applicability) mempunyai langkah inventif (inventif step) dan memenuhi syarat formal. Paten dalam pengertian hukum adalah hak khusus yang diberikan berdasarka Undang-undang oleh pemerintah kepada orang atau badan hukum yang mendapatkan suatu penemuan dibidang teknologi. Si penemu untuk jangka waktu tertentu dapat memanfaatkan sendiri penemuannya ataupun melarang pihak lain menggunakan suatu cara mengerjakan atau memuat barang tersbut(method, proces ) Paten tersebut diberikan atas dasar permintaan.

Pemberian Paten pada dasarnya dilandasi oleh motivasi tertentu, yaitu :
a. Penghargaan atas suatu hasil karya berupa penemuan baru (rewarding inventive)
Dasar pemberian Paten kepada si penemu berdasarkan rasa keadilan dan kelayakan atas jerih payahnya
b. Pemberian insentive atas sebuah penemuan dan karya yang inovatif (insentive to invent and innovative)
Adanya insentif yang adil dan wajar untuk kegiatan penelitian dan pengembangan agar memungkinkan pengembangan tehnologi yang cepat.Insentif ini dapat diberikan kepada si penemu dengan jaminan pemberian hak dan berhak menarik keuntungan imbalan apabila penemuan tersebut dimanfaatkan dalam produksi komersial.
c. Paten sebagai sumber informasi
Sistem paten tidak saja menjaga kepentingan si penemu . Paten beserta keterangan-keterangannya diterbitkan untuk umum, sehingga menjadi pengetahuan umum yang dapat merangsang penemuan berikutnya.
d. Paten untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan akan menciptakan kreasi baru dari generasi muda untuk terus berinovasi akan teknologi

Ada 4 (empat) keuntungan sistem paten jika dikaitkan dengan perannya dalam meningkatkan perkembangan teknologi dan ekonomi yaitu :
1. Paten membantu menggalakkan perkembangan teknologi dan ekonomi suatu negara
2. Paten membantu menciptakan suasana kondusif bagi tumbuhnya industri-industri lokal
3. Paten membantu perkembangan ilmu dan teknologi serta ekonomi negara lain dengan fasilitas lisensi
4. Paten membantu tercapainya alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang.

Selain keuntungan, ada juga beberapa kerugian paten yaitu berkaitan dengan biaya paten yang relatif mahal dan jangka waktu perlindungan yang relatif singkat , yaitu 20 tahun untuk paten biasa dan 10 tahun untuk paten sederhana. Selain itu tidak semua invensi dapat dipatenkan menurut Undang- undang paten yang berlaku.

Sistem paten merupakan titik temu dari berbagai kepentingan yaitu :
a. Kepentingan pemegang paten
b. Kepentingan investor dan saingannya
c. Kepentingan para konsumen
d. Kepentingan masyarakat umum


2. Subyek paten
Yang berhak memperoleh paten adalah penemu atau pihak yang menerima lebih lanjut hak penemu itu. Hal ini menegaskan bahwa hanya penemu atau pihak yang menerima lebih lanjut hak penemu yang yang berhak memperoleh paten atas penemuannya. Dalam kondisi tertentu suatu penemuan itu bisa lahir , misal karena pekerjaan kedinasan, kontrak kerja dan sebagainya. Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten pasal 11 sampai dengan pasal 15 diatur sebagai berikut :
a. Apabila penemuan dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama maka yang menerima lebih lanjut hak tersebut secara bersama-sama berhak atas penemuan tersebut.
b. Dalam suatu perjanjian kerja maka yang berhak memperoleh Paten suatu penemuan yang dihasilkan adalah orang-orang yang memberi pekerjaan kecuali diperjanjikan lain.



3. Jenis-jenis paten
Jenis-jenis paten yang dikenal saat ini yaitu :
1. Paten yang berdiri sendiri tidak bergantung pada paten lain (independent Patent)
2. Paten yang terkait dengan paten yang lainnya (dependent Patent) Keterkaitan bisa terjadi bila ada hubungan lisensi biasa maupun lisensi wajib dengan paten yang lainnya dan kedua paten itu dalam bidang yang berlainan
3. Paten Tambahan (patent of addition) atau paten perbaikan (Patentof improvement)
4. Paten import (Patent importation)
Paten ini bersifat khusus karena paten tersebut telah dikenal diluar negeri dan negara yang
memberikan paten.

Di Indonesia menurut ketentuan Undang-undang Nomer 14 Tahun
2001 tentang paten , dibagi menjadi dua bentuk yaitu :
1. Paten biasa
2. Paten Sederhana

Suatu penemuan dikelompokkan menjadi paten sederhana karena penemuan tersebut tidak melalui proses penelitian dan pengembangan (research and development) yang mendalam. Paten sederhana hanya mempunyai hak untuk 1 klaim, pemeriksaan substantif langsung dilakukan tanpa permintaan dari pihak penemu. Hal ini berbeda dengan paten biasa yang melalui proses penelitian dan pengembangan (research and development) yang mendalam dan bisa memiliki banyak hak untuk mengklaim.

Tidak setiap penemuan mendapatkan fasilitas perlindungan paten. terdapat beberapa pengecualian –pengecualian baik yang bersifat mutlak dan terbatas. Pengecualian yang bersifat mutlak mempunyai kriteria diantaranya :1
1.      Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan.
      2.   Penemuan tentang teori dan methode bidang Ilmu Pengetahuan dan matematika
      3.   Penemuan metode pemerikasaan , perawatan,pengobatan,atau pembedahan yang ada    
            pada manusia dan atau hewan
      4.   Penemuan tentang makhluk hidup kecuali jasad renik
      5.   Penemuan tentang proses biologis yang esensial untuk
            memproduksi tanaman atau hewan kecuali proses nonbiologis atau
            mikrobiologis.
Pengecualian paten terbatas yaitu pemberian paten misalnya ditangguhkan karena untuk kepentingan umum, ketentuan ini pada hakekatnya penundaan pemberian paten, artinya bila suatu penemuan dinilai penting bagi rakyat atau bagi kelancaran pelaksanaan program pembangunan tertentu, pemerintah dapat menunda pemberian paten untuk jangka waktu tertentu, di Indonesia paling lama 5 tahun sejak ditetapkannya keputusan pemerintah.

2. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual tentang Paten
Masa berlakunya paten pada setiap negara berbeda-beda tergantung pada ketentuan Undang-Undang yang berlaku dinegara yang bersangkutan. Perbedaan tersebut tergantung kondisi perekonomian dan peraturan yang berlaku. Di Indonesia menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten jangka pasal 8 ayat (1) waktu perlindungannya selama 20 tahun sejak tanggal penerimaan dan tidak bisa diperpanjang. Dan pasal 9 mengatur jangka waktu perlindungan untuk paten sederhana selama 10 (sepuluh ) tahun dan tidak dapat diperpanjang.

a. Pengalihan paten
Hak paten sebagai hak milik dapat dialihkan baik
seluruhnya atau sebagian melalui beberapa cara :
a. Pewarisan
b. Hibah
c. Wasiat
d. Perjanjian (perjanjian lisensi)
e. Yang dibenarkan menurut Undang-Undang
Segala bentuk pengalihan ini wajib didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan dicatat dalam daftar umum paten, apabila tidak didaftarkan maka proses pengalihan tersebuttidak syah dan batal demi hukum. Pengalihan paten tidak menghapus hak penemu (hak inventor) untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten yang bersangkutan, hak tersebut merupakan hak moral (moral raight).

b. Pengalihan paten melalui perjanjian lisensi
Pengalihan paten melalui perjanjian dapat berbentuk perjanjian lisensi (Lisencing Agreement). Perjanjian ini berisi bahwa pemegang hak Paten memberi izin (lisensi) kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian untuk melaksanakan perbuatan eksklusif dari pemilik hak paten . Perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Direktorat Jenderal HAKI agar dapat ditangkal perjanjian yang mengandung persyaratan – persyaratan yang tidak adil dan tidak wajar. Perjanjian Lisensi tidak diperbolehkan mengakibatkan hal yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan penemuan yang diberi paten tersebut pada khususnya.
Ada tiga bentuk lisensi yang ditemui dalam prakteknya yaitu :
1. Lisensi eksklusif
pemegang paten menyetujui untuk tidak memberikan lisensi-lisensi kepada pihak lain atau lisensi hanya diberikan kepada 1(satu) pihak saja. Sehingga pemegang hak paten
tidak lagi berhak menjalankan invensinya (pasal 70)
2. lisensi non eksklusif
Lisensi ini pemegang hak paten mengalihkan kepada sejumlah pihak dan juga tetap berhak manjalankan atau menggunakan patennya.
3. Lisensi Tunggal
Dalam Perjanjian ini pemegang paten mengalihkan patennya kepada pihak lain , tetapi pemegang paten tetap boleh menjalankan haknya sebagai pemegang paten.
Perjanjian Lisensi hendaknya mencantumkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pihak yang akan membayar biaya tahunan untuk kelangsungan paten
b. Pihak yang akan menangani jika ada gugatan terhadap pelanggaran paten
c. Adanya jaminan dari pemegang hak paten bahwa invensi yang
dipatenkan adalah baru
d. Adanya jaminan dari pemberi lisensi bahwa patennya sah
menurut undang-undang paten

c. Lisensi Wajib (compulsory lisence)
Permintaan lisensi wajib dapat diajukan oleh setiap pihak kepada Direktorat Jenderal HAKI setelah jangka waktu 36 bulan sejak tanggal pemberian paten. Permohonan lisensi wajib dilakukan dengan alasan bahwa paten tersebut tidak dilaksanakan atau dilaksanakan tidak sepenuhnya di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar penemuan tersebut tidak disimpan dan tidak dimanfaatkan dan menjaga paten tidak didegenerasi hanya menjadi alat pengontrol impor tanpa merangsang perkembangan ekonomi dan industri negara pemberi paten. Lisensi wajib dapat terlaksana apabila memenuhi kondisi dan syarat-syarat tertentu :
1. Paten tersebut dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak
pemberian paten tidak dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang
paten
2. Pihak yang mengajukan permintaan tersebut dapat menunjukkan
bukti yang meyakinkan bahwa
a. Kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang
bersangkutan secara penuh
b. Mempunyai fasilitas sendiri untuk melaksanakan paten yang bersangkutan secepatnya
c. Telah mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang cukup untuk mendapatkan lisensi dari pemegang paten atas dasar persyaratan dan kondisi yang wajar tetapi tidak memperoleh hasil.

Menurut Pasal 82 Undang-undang nomor 14 Tahun 2001 tentang paten, Permintaan lisensi wajib bisa dilakukan oleh pemegang paten itu sendiri atas dasar alasan bahwa pelaksanaan patennya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar paten lainnya yang sudah ada.
Keputusan atas pemberian lisensi wajib dari Direktorat Jenderal HAKI memuat ketentuan –ketentuan sebagai berikut :
1. lisensi wajib non eksklusif
2. alasan pemeberian lisensi wajib
3. bukti, termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan pemberian lisensi   wajib
4. jangka waktu lisensi wajib
5. besarnya biaya royalty yang harus dibayarkan penerima lisensi wajib kepada pemegang hak paten dan cara pembayarannya
6. syarat berakhirnya lisensi wajib dan hal yang dapat membatalkannya.
7. lisensi wajib terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri
8. lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak yang bersangkutan secara adil

d. Syarat –syarat pemberian paten
Dalam pemberian Paten ini tidak semua penemuan akan mendapatkannya. Untuk mendapatkannya suatu penemuan harus bersyarat substantif tertentu, yaitu kebaruan (novelty),bisa dipraktekan dalam perindustrian (industrial aplicability), mempunyai nilai langkah inventif (inventife step), dan juga memenuhi syarat formal.Menurut Pasal 56 peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Permintaan Paten,penentuan bahwa suatu penemuan yang dimintakan Paten dapat diberi atau tidak dapat diberi paten dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan
a. Aspek kebaruan penemuan (novelty)
b. Langkah inventif yang terkandung dalam penemuan (inventivestep)
c. Dapat atau tidaknya penemuan diterapkan atau digunakan dalam industri (industrial acability)
d. Apakah penemuan yang bersangkutan termasuk atau tidak termasuk dalam kelompok penemuan yang tidak dapat diberikan Paten
e. Apakah penemu atau orang yang menerima lebih lanjut hak penemu berhak atau tidak berhak atas Paten bagi penemuan tersebut.
f. Apakah penemuan tersebut bertentangan denga peraturan perundang-undangan, ketertiban umum serta kesusilaan. Sebuah penemuan dapat dikatakan Patentable bila memenuhi ketiga syarat substantif tersebut yaitu novelty, inventive step dan industrial aplicability.


1. Novelty
Syarat kebaruan (novelity), yaitu bahwa penemuan yang dimintakan Patennya tidak boleh di ketahui lebih dahulu dimanapun dan dengan cara apapun. Mengenai syarat kebaruan, bisa bersifat mutlak atau relative. Dipihak lain karena kepentingan Negara berkembang ada bentuk novelty lokal atau natinal novelty yang bersifat relatif. Model hukum Paten bagi negara berkembang yang di keluarkan oleh Bivieaux International Reunis pour la Protection de la Propriete Intectuelle(BIRPI)(1964) menganut syarat kebaruan secara mutlak. Indonesia dalam sistem kebaharuan menganut word wide novelty sesuai dengan pasal 3 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten bahwa suatu penemuan tidak diangga baru jika pada saat pengajuan permintaaan paten penemuan tersebut diumumkan di Indonesia dan luar Indonesia dalam tulisan tau peragaan atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelum tanggal penerimaan atau tanggal prioritas.

2. Langkah inventif
Bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya hal ini diatur dalam pasal 2 (3) Undang-undang nomor 14 Tahun 2001 tentang paten permohonan pertama memperoleh hak prioritas.

3. Penerapan bidang Industri
Suatu penemuan untuk mendapatkan paten harus memenuhi syarat penemuan tersebut dapat diterapkan dalam industri. Kriteria penerapan bahwa paten yg berhubungan dengan produk maka dapat dibuat secara berulang-ulang dengan kualitas sama dan paten proses maka proses tersebut harus mampun dijalankan dan digunakan dalam praktek.

4. Syarat Formal
Syarat formal adalah syarat bersifat administratif yang meliputi dokumen permohonan paten. Persyaratan terpenuhi apabila surat aplikasi sudah lengkap dan diserati lampiran-lampiran mengenai penjelasan teknis, gambar teknis, dari penemuan yang dimintakan paten. Hal ini bisa dilihat dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten.

e. Prosedur Pendaftaran Paten
Dalam hal permintaan paten dibedakan antara surat permohonan paten dengan surat permohonan nuntuk mendapatkan paten. Surat untuk mendapatkan paten merupakan dokumen tersendiri yang disebut “request for patent” sedang surat permohonan paten lazim disebut ”patent application” yang berisi dokumen.dokumen.
Kelengkapan-kelengkapan dalam permintaan paten :
1. Surat permohonan untuk mendapatkan paten,
2. Deskripsi tentang penemuan,
3. Satu atau lebih klaim yang terkandung dalam penemuan,
4. Satu atau lebih gambar yang disebut deskripsi untuk memperjelas,
5. Abstraksi tentang penemuan

f. Pemeriksaan Paten
Pemeriksaan paten adalah tahap yang menentukan keputusan dapat atau tidaknya suatu penemuan diberikan paten oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dalam teori ada beberapa system pemeriksaan yang digunakan untuk memberikan paten yaitu “extensive examination” yaitu apabila sebelum memberikan surat paten memberikan ijin bagi pihak ketiga untuk intervensi. Sedangkan sistem yang kedua yaitu :“registration system” akan tetapi pada pelaksanaanya sangat bervariasi dengan menggabungkan kebaikan dari dua sistem tersebut :
a. Pemeriksaan mengenai syarat-syarat bentuk permintaan saja atau disebut system registration system
b. Sistem pemeriksaan mengenai syarat-syarat substantive permintaaanya (examination as to substance)atau dipakai pula dengan preliminary examination system. Pemeriksaan substantif adalah suatu pemeriksaan untuk menentukan apakah penemuan tersebut memenuhi syarat-syarat untuk diberikan paten dengan melihat syarat apakah penemuan benar benar baru mengandung langkah-langkah inventif dan mungkinkah dapat diterapkan dalam proses industri.

g. Berakhirnya Perlindungan Paten
Perlindungan atas suatu penemuan bisa berkahir karena beberapa sebab :
a. Penarikan (intrekking) pemegang paten atau pemegang lisensi ternyata setelah waktu yang ditentukan Undang-Undang belum melaksanakan penemuaannya tanpa alasan yang layak. Penarikan ini dilakukan oleh instansi yang berwenang(pemerintah ) yaitu Direktorat Jenderal. Menurut Undang-Undang Nmor 14 Tahun 2001 tentang paten pasal 88, paten batal demi hukum oleh Direktorat Jenderal dalam hal :
1. Tidak dilaksanakan dqalam jangka waktu 48 (empat puluh delapan)bulan sejak pemberian paten.
2. Tidak dipenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yg diatur dalam Undang-Undang
b. Pembatalan (revocation) bila terjadi karena diminta oleh sipemegang paten untuk seluruhnya atau sebagian.
c. Pencabutan hak milik (onteigening) atas paten pencabutan atau pengahapusan paten merupakan tindakan paten untuk mengakhiri berlakunya suatu paten. Pencabutan paten dilakukan oleh instansi yang berwenang (pemerintah atau Pengadilan) apabila dalam suatu kasus terbukti dengan alas an untuk mengambil tindakan tersebut. Tindakan tersebut harus sesuai dengan Undang-Undang yaitu apabila demi kepentingan umum memerlukannya dimana setiap orang dianggap akan memanfaatkan penemuan yang dipatenkan tersebut atau demi kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Sebenarnya di Indonesia bentuk pencabutan hak milik atas paten tidak diatur yang ada hanya pelaksanaa paten oleh pemerintah, hal ini bisa dilihat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten pasal 99, yaitu terbatas hanya apabila penemuan tersebut mempunyai arti penting bagi penyelenggaraan dan keamanan negara.

C. Penutup
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, dan daya cipta kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi. Kenyataan ini memaksa kita untuk melakukan pengelolaan HAKI secara proposional dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum nasional dan hukum internasional. Penanganan, pengelolaan sistem, dan pengembangan sistem HAKI nasional harus dilakukan secara komprehensif. Tidak hanya dilakukan dengan pendekatan hukum (legal approach) tapi juga dengan pendekatan teknologi dan bisnis (business and technological approach). Hak Kekayaan Intelektual yang terdiri hak cipta, merek, Paten, Rahasia dagang, desain industri , desain tata letak sirkuit terpadu, Varitas tanaman merupakan hak yang harus dilindungi dan diatur oleh negara. Paten sebagai salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi pengaturan dan perlindungannya diatur dalam Undang –undang No 14 Tahun 2001. Jangka waktu perlindungan paten diatur dalam pasal 8 (1) Undang –undang No 14 Tahun 2001, paten sederhana selama 10 tahun dan paten biasa 20 tahun dan tidak dapat diperpanjang.. Tujuan perlindungan kekayaan intelektual melalui HAKI secara umum meliputi:Pertama, Memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan dengan inventor, pencipta, desainer, pemilik, pemakai, perantara yang menggunakannya, wilayah kerja pemanfaatannya dan yang menerima akibat pemanfaatan HAKI untuk jangka waktu tertentu; Kedua, Memberikan penghargaan atas suatu keberhasilan dari usaha atau upaya menciptakan suatu karya intelektual; Ketiga, Mempromosikan publikasi invensi atau ciptaan dalam bentuk dokumen HAKI yang terbuka bagi masyarakat; Keempat, Merangsang terciptanya upaya alih informasi melalui kekayaan intelektual serta alih teknologi melalui paten;Kelima, Memberikan perlindungan terhadap kemungkinan ditiru karena adanya jaminan dari negara bahwa pelaksanaan karya intelektual hanya diberikan kepada yang berhak.



DAFTAR PUSTAKA


Adrian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta 2009
Saidin OK, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta , 2004
Prof Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni
Bandung, 2006.
Muhamad Djumhana, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
BPHN, Seminar aspek-aspek hukum dari pengalihan teknologi, Bina Cipta,
Bandung, 1981.
BPHN, Simposium tentang paten, Cetakan pertama, Bina Cipta, Bandung 1978.
G. Kartasapoetra dan Rien G. Kartasapoetra, Konvensi-konvensi Internasional
tentang Paten, Pionir Jaya Bandung, 1999.
Sudargau Gautama, Segi-segi hukum Hak Milik Intelektual, Eresco,
Bandung,1990
..............................., Masalah perdaganngan , Perjanjian, Hukum Perdata
Internasional dan Hak Milik Internasional, Citra Aditya Bakti,
Bandung,1992

Muladi, Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana , Alumni
Bandung 1992.
Thomas Soebroto, Paten dan Lisensi, Dahara Prize, Semarang, 1991
Convention Establishing , The World Intelectual Property Organization (WIPO)
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika Jakarta, 2009
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1991 tentang Tata Cara
Permintaan Paten 

Daftar nama anggota kelompok :
  1. Eko Barliata               (22212424)
  2. Julio Indra Pratama     (23212993)
  3. Novia Ramadhany      (25212401)