Friday, April 29, 2016

Pajak International - Softskill

PAJAK INTERNATIONAL

Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi suatu negara, yang akandigunakan untuk membiayai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah demikesejahteraanrakyatnya.Pajak yang dikenakan oleh pemerintah ada berbagai macamnya,misalnya Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan,Pajak Pertambahan Nilai, pajakPotong Hewan, dan sebagainya. Jika semua sumber-sumber penerimaan pajak tersebut biasmasuk ke kas negara serta dipergunakan sebagaimana mestinya, maka bisa dipastikan tingkatkesejahteraan masyarakat akan meningkat. Namun kenyataannya, penerimaan dari sektor pajak yang seharusnya digunakan untuk Membiayai kepentingan umumjustru digunakanoleh segelintir orang untuk membiayaikepentingannya sendiri. Selain itu, maraknya kasus mafia pajak juga menjadi salah satupenyebab menurunnya penerimaan dari sektor perpajakan.Selain kasus mafia pajak seperti yang terjadi di Indonesia, salah satu faktor yang jugamenjadi penyebab menurunnya penerimaan pajak bagi negara adalah dengan adanya taxheaven country atau negara surga pajak, yang berarti bahwa di wilayah atau negara tersebutpajak dikenakan pada tingkat yang rendah, bahkan tidak sama sekali atau nihil.Tax havenkerap dituding sebagai wilayah bagi individuatauperusahaan untukmenghindari pajak dari suatu negara dengan membuat anak perusahaan di wilayah atau negara tax haven. Negara-negara ini juga dianggap sebagai tempat bagi koruptor untuk menyimpanaset-aset berharga mereka. Mereka bisa menempatkanduitnya tanpabanyak ditanya dan dicurigai.Dengan demikian,pajakyang seharusnya bisa diperoleh dariperusahaan-perusahaanhilangdengan adanya tax heaven. Untuk bisa memaksimalkan penerimaan suatu negara dari sektor perpajakan, makasalah satu cara yang harus dilakukan adalah dengan tidak diberlakukannya tax heaven. Karena dengan adanya tax heaven,maka para wajib pajak lari ke Negara tax heaven untukmenghindari pajak di negaranya.


Pajak Internasional atau lebih tepatnya Perpajakan Internasional adalah tata cara dan hukum pemajakan yang terdiri atas kaidah-kaidah, baik kaidah perpajakan nasional maupun kaidah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai objeknya.
Setiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda dengan Negara-negara lainnya.

Dalam rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik kepentingan. Sebagai contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebutworld wide income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut.

Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap. Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara lainyang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.
Konflik yang timbul umumnya adalah kemungkinan pengenaan pajak berganda atas suatu subjek atau objek pajak oleh beberapa Negara, yang sering disebut sebagai pajak berganda internasional. Pajak berganda internasional sendiri hanya merupakan satu jenis peristiwa pajak berganda, karena pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
Pajak berganda nasional (national double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh suatu negara.  Pajak berganda internasional (international double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh lebih dari satu negara, dengan kata lain pajak berganda internasional timbul karena :
Ada lebih dari satu negara yang memungut pajak
Dikenakan terhadap objek yang sama Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional maka perlu diadakan perjanjian penghindaran pajak berganda (agreement for the avoidance of double taxation and the prevention of tax evasion) atau dikenal dengan istilah tax treaty.

Pajak internasional mengenal azas-azas tentang domicily country dan source country. Disebut domicily country apabila negara tempat tinggal Wajib Pajak (domicily country atau home country) menganut asas domisili yang mengenakan pajak penghasilan atas worldwide income atas dasar asas domisili.
Apabila Wajib Pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di negara tempat tinggalnya (source country, atau host country), dan kemudian dikenakan juga pajak penghasilan atas laba tersebut atas dasar asas domisili, maka Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak dua kali (double taxation). Yang pertama oleh source country dan yang kedua oleh domicile country. Negara-negara yang tarif pajaknya rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak atas penghasilan disebut sebagai negara-negara surga pajak (tax haven countries).

Pajak berganda dapat dibedakan menjadi Pajak berganda internal (internal double taxation); pajak berganda internasional (international double taxation); pajak berganda secara yuridis (juridical double taxation) serta pajak berganda secara ekonomis (economic double taxation). Internal double taxation adalah pengenaan pajak atas Subjek dan Objek Pajak yang sama dalam suatu negara. International double taxation adalah pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap Subjek dan Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau lebih mengenakan pengenaan pajak atas Objek Pajak yang sama dan Subjek Pajak yang sama.
Knechtle dalam bukunya berjudul Basic problem in international fiscal law (1979) membedakan pengertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara sempit (narrower sense). Secara luas pengertian pajak berganda diartikan setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, dapat dalam bentuk berganda (double taxation) atau lebih (multiple taxation) terhadap suatu fakta fiskal. Secara sempit pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu administrasi perpajakan yang sama. Pajak berganda seperti ini sering disebut sebagai pajak berganda ekonomis (economic double taxation). Pemajakan ganda oleh berbagai administrator dapat pula terjadi secara vertikal (pemerintah pusat dan daerah, atau secara diagonal (pemerintah daerah kota/kabupaten, propinsi X dan Y).

Definisi
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda adalah perjanjian pajak antar dua negara atau antar beberapa negara dalam upaya menghindari pajak berganda. Hal-hal yang ada didalamnya meliputi negara mana saja yang menjadi peserta dan terikat dalamperjanjian tersebut dan objek pajak apa yang tercakup dalam perjanjian tersebut.
Pada dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :
Menyebutkan jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya, hal ini dapat menimbulkan perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering kali ditambahakan klausal “jika terdapta keragu-raguan maka akan dibicarakan bersama”.
Mencantumkan definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama pajaknya, yang pada waktu perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah dengan ketentuan bahwa pada sewaktu-waktu tertentu otoritas keuangan dari masing-masing negara akan saling memberitahukan, pajak mana yang tunduk dalam perjanjiana tersebut.
Menyebutkan nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian tersebut juga berlaku untuk pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada hakekatnya mempunyai dasar yang sama.

Objek pajak dalam tax treaty pada umumnya dibagi dalam 15 jenis penghasilan :
1.      Penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from immovable property)
2.      Penghasilan dari usaha (business income atau business profit)
3.      Penghasilan dari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from shipping and air transport)
4.      Deviden
5.      Bunga
6.      Royalty
7.      Keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
8.      Penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal service)
9.      Penghasilan dari pekerjaan (income from dependent personal service)
10.  Gaji untuk direktur (director fees)
11.  Penghasilan seniman, artis dan atlit (income earned by entertainers and athletes)
12.  Uang pensiun dan jaminan social tenaga kerja (pension and social security payment)
13.  Penghasilan pegawai negeri (income in respect of government service)
14.  Penghasilan pelajar atau mahasiswa (income received by students and apprentices)
15.  Penghasilan lain-lain (other income)

Tujuan 
Adanya kebijakan pajak internasional khususnya P3B dimaksudkan terutama untuk menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul karena dua negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan untuk mencegah pengenaan pajak berganda ini misalnya ;
Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana seseorang atau badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax person) oleh dua negara yang berbeda.
Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 P3B untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada suatu negara untuk mengenakan pajak.
Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi di suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing.
Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana jika satu Wajib Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di negara lain maka Wajib Pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini.

Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien.
Perpajakan berganda internasional terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali.

Sumber Hukum
Di Indonesia, pajak internasional khususnya mengenai P3B diatur dalam Pasal 32A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini adalah lex specialist terhadap Undang-undang domestik. Dengan demikian, jika ada ketentuan dalam undang-undang domestik bertentangan dengan ketentuan dalam P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B.
Saat ini sudah ada sekitar 58 P3B Indonesia dengan negara lain yang sudah berlaku efektif. Jumlah ini akan terus bertambah karena ada beberapa P3B lagi yang belum berlaku efektif tetapi masih dalam proses  perundingan, penandatanganan, ratifikasi atau proses pemberlakuan.Beberapa ketentuan pelaksanaan terkait pelaksanaan atau penerapan P3B ini adalah antara lain :
PER-61/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
PER-62/PJ./2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
PER-67/PJ./2009 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan P3B.
Dalam P3B OECD Model, ketentuan tentang pertukaran informasi dimuat dalam Pasal 26. Sementara itu aturan internal di Indonesia untuk melakukan proses pertukaran informasi diatur dalam SE-61/PJ/2009.
Model P3B / Tax Treaty
Dalam Perpajakan Internasional terdapat dua model persetujuan tax treaty utama yang digunakan sebagai model untuk tax treaty antar negara-negara di dunia, antara lain :
OECD Model.
OECD merupakan singkatan dari Organization for Economic Cooperation and Development, adalah sebuah organisasi Internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Negara-negara anggotaOECD adalah negara negara yang maju, dimana arus barang, uang dan orang diantara mereka setara. Negara negara ini menggunakan asas residensial atau domisili untuk taxing right atau hak pemajakannya, dimanapenghasilan royalti tidak termasuk penghasilan yang dibebaskan dalam penghitungan pajak. Hak pemajakan atas royalti diberikan sepenuhnya kepada Negara Domisili.
Hal ini tidak menjadi masalah bagi negara-negara OECD dikarenakan kesetaraan tadi, hingga salinginternetting perpajakan di lingkungan negara negara OECD. Hal ini kemudian menjadi tidak adil bila dilakukan modeltax treatyini dilakukan dengan negara negara berkembang, karena bila menggunakan asas residensial, maka negara negara berkembang tersebut tidak akan mendapatkan bagian hasil pajakkarena umumnya negara maju memiliki investasi di negara berkembang, sebaliknya negara berkembang memiliki sedikit investasi di negara negara maju.Metode yang digunakan pada tax treatymodel OECD adalahexemption dancredit method.


P3B
Ada beberapa metode yang biasa dilakukan untuk mengurangi resiko kemungkinan pengenaan pajak berganda internasional, antara lain:
Metode perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain dapat dilakukan dengan:
Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa Negara dalam suatu perjanjian;
Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua Negara.
Metode unilateral atau sepihak
Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melauli yurisdiksi nasionalnya, yakni dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan tentang kredit pajak luar negeri. Tata cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu:
Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar jumlah yang dibayarkan di luar negeri; dan
Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di luar negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.
Metode Pembebasan
Metode inidianggap metode yang paling praktis sebab Negara Domisili tidak perlu mengetahui bagaimana suatu penghasilan dikenakan pajak di Negara Sumber, yaitu dengan cara memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua cara pembebasan yang dapat ditempuh, yaitu:
Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga sering disebut dengan pembebasan penuh atau full exemption;
Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan, baik dari dalam negeri atau dari luar negeri, atau disebut juga pembebasan dengan progresi atau exemption with progression.



No comments:

Post a Comment