Sunday, October 5, 2014

Penyebab Orang Berprilaku Mesum di Tempat Umum

Penyebab Orang Berprilaku Mesum di Tempat Umum





Kasus pelecehan seksual di kendaraan umum bukan merupakan hal baru. Sudah lusinan pencabulan yang menimpa penumpang kendaraan umum, terutama perempuan di kereta atau bus. Beberapa korban mendapatkan sentuhan kurang ajar, lainnya terpaksa melihat alat vital yang sengaja dipamerkan pelaku. Menurut psikolog Fredrick Purba, orang yang melakukan pencabulan di ruang publik teridentifikasi mengalami gangguan psikologis. Dan masalah kejiwaan itu terbagi dua jenis: frotteurism sertaexhibitionism. Frotteurism adalah perilaku seksual menyimpang untuk mencapai kepuasan seksual,” kata Bang Jeki, sapaan akrab Frederick, ke Plasadana.com untuk Yahoo Indonesia, Senin, 29 September 2014. 
                Pelaku akan mencapai kepuasan setelah menggesekkan atau menempelkan alat kelamin ke tubuh orang lain, tanpa izin. Dan biasanya, aktivitas ini terjadi ketika korban sulit untuk memberi respon cepat, semisal di kendaraan umum atau tempat keramaian lain. 
“Jika bertemu orang seperti ini, Anda harus menunjukkan kuasa,” kata Bang Jeki. “Seperti berbalik badan lalu bentak si pelaku, memukul badan atau alat kelamin, dan berteriak melaporkan pada orang lain.”
                Exhibitionism adalah perilaku untuk mencapai kepuasan seksual dengan menunjukkan alat kelamin, seperti payudara, vagina, penis, dan bokong ke orang lain. Lagi-lagi terjadi di tempat umum dan tanpa seizin orang yang berhadapan dengannya. Untuk kasus exhibitionism, Bang Jeki mengatakan, jarang terjadi di kendaraan umum. Pelaku cenderung melakukannya di taman atau jalan, tempat orang berlalu lalang. Bila menghadapi orang seperti ini, sebaiknya Anda lihai menguasai diri dan tidak memperlihatkan rasa kaget. 
“Lempar si pelaku dengan barang atau batu. Tapi jangan lempar ponsel Anda ya, mahal beli barunya nanti!” kata dia seraya tertawa. “Melemparkan barang atau memukul akan menjadi hukuman bagi pelaku.”

Menurut Bang Jeki, ada banyak penyebab orang melakukan pelecehan seksual di tempat umum. Namun ia merangkumnya menjadi tiga pemicu:

1.    Pengalaman traumatik seksual masa lalu.
Ini terjadi kala pelaku pernah menjadi korban perilaku seksual yang tak pantas. Sehingga sisi seksualitas pelaku tidak berkembang dengan normal dan mengekspresikannya secara tak wajar pula.

2.    Mengalami atau melihat perilaku seksual yang menyimpang, secara berulang.
Untuk penyebab yang satu ini, pelaku akan cenderung meniru perilaku itu hingga mendapatkan kepuasan. Misalnya seorang anak melihat anggota keluarga atau teman yang lebih tua menggesek-gesekkan maupun menunjukkan kelamin ke orang lain, lalu mendapatkan kepuasan atau pujian. “Si anak akan terdorong melakukan hal yang sama untuk mendapatkan kepuasan atau pujian itu,” ujar Bang Jeki. “Saat ia secara berulang mendapatkannya, perilaku itu berubah menjadi kebiasaan.”

3.    Konsep diri (self concept) dan harga diri (self esteem) rendah.
Biasanya ini terjadi kala pelaku menjalin relasi romantis atau hubungan seksual dengan lawan jenis. Ketidakmampuan menjalin hubungan intim untuk mendapatkan pemuasan kebutuhan seksual menyebabkan ia memilih cara lain. Seperti menggesekkan atau memamerkan alat kelamin ke orang lain.


Agar pelaku sembuh dari gangguan seksual, ada beberapa bentuk penanganannya. Misalnya dengan terapi perilaku, khususnya cognitive-behaviour therapy (CBT). Penyembuhan ini dapat dilakukan oleh psikolog atau psikiater yang menguasai keterampilan CBT. Ada pula terapi kelompok, khususnya family therapy. “Di sini, bukan hanya pelaku yang mendapatkan intervensi, juga guna memberikan bantuan dan dukungan psikologis,” kata Bang Jeki.

Pelaku bisa pula mengikuti pelatihan peningkatan keterampilan sosial dan berelasi intim. Cara ini pun harus dilakukan dengan bimbingan psikolog atau terapis perilaku. Sementara pengobatan medis dengan obat penurun testoteron mampu mengurangi dorongan seks.

Analisis:
Menurut saya hal yang terpenting dalam mengatasi atau mencegah peristiwa serupa adalah perlunya pengawasan lebih cermat oleh orang tua terhadap anaknya. Dengan pendekatan yang nyaman antara orang tua dan anaknya maka, penyimpangan seksual dapat diketahui lebih dini. Peran serta Agama juga tidak lepas kaitanya dengan permasalahan tersebut karena dengan memberikan dasar Agama yang kuat maka si Anak dapat membedakan yang baik dan yang buruk.
Pemerintah sebagai penyelenggara fasilitas umum harus lebih peka terhadap permasalah yang terjadi. Misal, dengan menempatkan beberapa kamera pengawas dimana sering terjadi laporan pelecehan seksual. Dengan adanya kesinambungan kesadaran antara Pemerintah sebagai penyelenggara dan Masyarakat sebagai pengguna maka hal ini dapat diatasi.


Friday, May 2, 2014

REVIEW 2 JURNAL: PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MEMBERDAYAKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

IV.       HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Karakteristik Pengusaha
1)   Persepsi Dan Pemanfataan HaKI
Dari hasil survey yang telah dilakukan kita dapat mengtahui bahwa :
·         Pernah Mendengar Istilah Haki
Keterangan
Pernah Mendengar HaKI
Tidak Pernah Mendengar HaKI
Presentase (%)
                  100 %
0 %

·         Metode Penyuluhan dalam mendapatkan Informasi HaKI
Keterangan
Instasi Pemerintah
Media Masa
Teman/Mitra
Presentase (%)
18,75%
5 %
76,25 %

·         Pemahaman HaKI
Keterangan
Paham HaKI
Tidak Paham HaKI
Presentase (%)
30 %
70 %

·         Pengaruh Tidak memiliki HaKI terhadap Usaha
Keterangan
Terhambat
Jalan
Presentase (%)
25 %
75 %

Melihat dari data diatas dapat diketahui bahwa penyuluhan perlu ditingkatkan oleh pemerintah karena kebanyakan pengusaha telah mengetahui HaKI namun hanya sedikit yang memahami HaKI.
2)   Minat Mendapatkan HaKI
Dari hasil survey yang telah dilakukan kita dapat mengtahui bahwa :
·         Minat memiliki HaKI
Keterangan
Minat
Kurang Minat
Tidak Minat
Presentase (%)
2, 25 %
52,50 %
42,25 %

·         Bentuk Haki yang diminati
Keterangan
Paten
Cipta
Merek
Presentase (%)
52,50 %
0 %
47,50 %

Melihat dari data diatas dapat diketahui bahwa para pengusaha kurang paham terhadap HaKI dan menyebabkan Kurangnya Minat terhadap HaKI dan Bentuk Paten & Merek masih paling banyak diminati oleh Pelaku Usaha.
3)   Kepemilikan
Dari hasil survey yang telah dilakukan kita dapat mengtahui bahwa :
·         Peruntukan kepemilikan HaKI
Keterangan
Untuk Sendiri
Untuk Mitra
Untuk Orang Lain
Presentase (%)
100 %
0 %
0 %

Melihat dari data diatas dapat diketahui bahwa HaKI lebih cenderung digunakan untuk Usaha sendiri.
4)   Penyuluhan & Biaya mendapatkan Informasi HaKI
Dari hasil survey yang telah dilakukan kita dapat mengtahui bahwa:
·         Tidak ada Biaya dalam mencari Informasi HaKI secara sendiri
Keterangan
Setuju
Tidak Setuju
Presentase (%)
40 %
60 %

·         Kurang Yakin dengan informasi dari Orang Lain
Keterangan
Yakin
Tidak Yakin
Presentase (%)
65 %
35 %
.
·         Lebih menguntungkan menunggu informasi dari Instansi Pemerintah
Keterangan
Setuju
Tidak Setuju
Presentase (%)
33,75 %
66,25 %
.
·         Lebih Jelas dan mendapatkan Kemudahan bila menunggu dari Pemerintah
Keterangan
Setuju
Tidak Setuju
Presentase (%)
55 %
45 %

Melihat dari data diatas dapat diketahui bahwa para pengusaha juga mengharapkan adanya tindak lanjut dari pemerintah terkait HaKI.
5)   Biaya Pengurusan HaKI
Dari hasil survey yang telah dilakukan kita dapat mengtahui bahwa :
·         Diperlukan Biaya dalam kepengurusan HaKI
Keterangan
Setuju
Tidak Setuju
Presentase (%)
100 %
0 %

·         Komponen Biaya yang dikeluarkan selama pengurusan HaKI
Keterangan
Administrasi
Pendaftaran
Lain-lain
Presentase (%)
57,25 %
30,50
52,50 %

Melihat dari data diatas dapat diketahui bahwa untuk kepengurusan HaKI diperlukan Biaya yang meliputi, Administrasi, Pendaftran dan lain-lain.
6)   Keuntungan memiliki HaKI
Dari hasil survey yang telah dilakukan kita dapat mengtahui bahwa:
·         Mendapatkan Keuntungan dengan memiliki HaKI
Keterangan
Setuju
Tidak Setuju
Presentase (%)
42 %
58 %

·         Beberapa Keuntungan bila memiliki HaKI

Keterangan
Produk Mendapatkan Jaminan
Nilai Komersial Produk Naik
Kepuasan Moral
Dapat Dijual Belikan
Presentase (%)
48,25 %
29,25%
3,75 %
18,75 %

Melihat dari data diatas dapat diketahui bahwa para pengusaha masih kurang menganggap bahwa adanya HaKI dapat memberikan beberapa keuntungan.

4.2    Faktor yang mempengaruhi mendapatkan HaKI
 1)  Permohonan Dan Biaya HaKI
Ada beberapa persyartan dalam mengajukan permohonan HakI Paten atau Merek yang diatur oleh Departemen Hukum dan Ham yaitu:
Persyaratan administrasi sebagai berikut:
·         Pemohon langsung mengajukan permohonan kepada Dirjen HaKI di Jakarta.
·         Mengoreksi salah atau benar permohonan oleh Ditjen HaKI melalui Tim.
·         Permohonan ditolak Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup memakan waktu.
·         Pembayaran biaya permohonan, rekening nomor 311928974 BRI Cabang Tangerang atas nama Direktorat Jenderal HaKI.
·         Kantor Wilayah (Daerah) atau pejabat yang ditunjuk, membubuhkan tanda tangan dan stempel pada permohonan diterima.
(1)     Biaya Paten antara lain terdiri dari :
ü  Biaya permohonan paten
ü  Biaya pemeriksaan substansi paten
ü  Penulisan deskripsi, abstrak, gambar
ü  Biaya lain-lain
(2)     Biaya Merek antara lain terdiri dari :
ü  Biaya permohonan merek
ü  Biaya perpanjangan merek
ü  Biaya pencatatan pengalihan hak merek
ü  Biaya lain-lain
2)   Usaha Koperasi dan Usaha Kecil
Dalam menentukan permohonan HaKI antara Usaha Koperasi dengan Usaha Kecil memiliki perbedaan yakni dalam Usaha Koperasi diwajibkan mengadakan Rapat Anggota apabila semua anggota telah menyetujui maka barulah permohonan dapat di layangkan berbeda dengan Usaha Kecil yang keputusanya bisa diambil oleh sang pemilik usaha. Karena Usaha kecil maka modal yang dibutuhkan masih relatif kecil dan itu menyebabkan kurangnya perhatian terhadap HaKI oleh para Usahawan Kecil.
3)   Kiat-Kiat Peningkatan Pemanfaatan HaKI
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah seharusnya dapat meningkatkan pemanfaatan penggunana HaKI oleh koperasi, usaha kecil dan menengah. Memberikan peran yang luas pada Kanwil Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah) antara lain :
(1)     Pemberian penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2)     Permohonan yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan menengah melalui Kanwil Hukum Dan HAM di daerah (dinas daerah), segera dikirim kepada Direktorat Jenderal HaKI di Jakarta, untuk disahkan.
(3)     Bagi daerah pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari Jakarta (luar Jawa), administrasi pemohon dijamin tidak mengalami kekeliruan.
II.    KESIMPULAN DAN SARAN
2.1        Kesimpulan
Dari hasil survey lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)      Rata-rata responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapi belum mengerti arti dan pentingnya, serta prosedur pengajuan administrasi.
2)      Rata-rata responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap berjalan (75,00%). Usaha dikelola kecil-kecil dan sebagian sudah turun temurun.
3)      Betnuk HaKI yang lebih diminati adalah Hak Paten (52,50%) dan Hak Merek (47,50%), sedangkan hak cipta tidak ada respon.
4)      Rata-rata responden mengatakan kurang minat (52,50%) dan tidak minat (42,25%). Hal ini disebabkan karena diperlukan biaya untuk pengurusan HaKI sehingga dapat mengganggu kelancaran usaha.
5)      Sebagian besar pendapat dilapangan mengatakan menunggu penyuluhan tentang HaKI dari pemerintah atau instansi terkait daripada mencari informasi sendiri, karena lebih menguntungkan dan tidak harus mengeluarkan biaya.
2.2        Saran-Saran
1)      Penyuluhan mengenai HaKI di daerah-daerah harus lebih ditingkatkan agar koperasi serta usaha kecil dan menengah lebih memahami dan mengerti pentingnya HaKI.
2)      Biaya pengurusan HaKI seperti pendaftaran dan administrasi lainnya mohon diawasi serta ditinjau kembali, dengan biaya lebih rendah memungkinkan minat masyarakat akan meningkat.



DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Direktorat Jenderal Bina Lembaga Koperasi. Jakarta.
Anonimous, (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
Anonimous, (2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang Paten dan Merek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”. Bandung.
Hadi Sutrisno, (1993). Metodologi Research. Penerbit. “Andi Offset”, Yogyakarta.
Maulana Insan Budi, (2000). Peran Serta LSM dalam Pemberdayaan KPKM di Bidang HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
Nahar Rahimi SH, (2000). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.
Singgih Santoso, (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Paramatrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sugiyono, (2003). Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta, Bandung.
Suharto, Tata Iryanto, (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Penerbit “Indah”. Surabaya.
Umar Achmad Zen P, (2000). Sosialisasi dan Penegak Hukum di Bidang HaKI Khususnya yang Berkaitan dengan Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.



Daftar nama anggota kelompok :
  1. Eko Barliata               (22212424)
  1. Julio Indra Pratama     (23212993)
  1. Novia Ramadhany      (25212401)