Sunday, October 7, 2012

Perdagangan Indonesia "Terancam"




JAKARTA. Ini adalah masa-masa kelam perdagangan Indonesia. Bahkan, surplus  perdagangan Indonesia terancam mencapai posisi terendah  minimal di 10 tahun terakhir.
Simak saja data terbaru perdagangan Indonesia yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), kemarin. BPS mencatat, ekspor Indonesia pada Agustus sebesar US$ 14,12 miliar atau turun 12,3% daripada Juli 2012. Total nilai ekspor Indonesia Januari–Agustus 2012 mencapai US$ 127,17 miliar, turun 5,58% dari tahun 2011.
Di sisi lain, nilai impor selama Agustus 2012 mencapai US$ 13,87 miliar atau turun 8,02% dibanding Agustus 2011. Bila dibandingkan bulan sebelumnya (Juli 2012), impor Indonesia turun 15,21%. Adapun total nilai impor Januari hingga Agustus 2012 mencapai US$ 126,67 miliar atau naik 10,28%  dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dus, selama delapan bulan pertama tahun ini, perdagangan Indonesia hanya surplus sekitar US$ 496,7 juta. Duh, angka itu sama saja anjlok sekitar 97,5% dibandingkan dengan surplus perdagangan tahun lalu yang mencapai sekitar US$ 19,8 miliar.
Direktur Statistik Distribusi BPS, Satwiko Darmesto, menyatakan, ekspor Indonesia bergantung pada batubara dan minyak sawit mentah. Persoalannya, saat ini, permintaan komoditas itu di pasar global sedang melambat.
Negara-negara tujuan ekspor terbesar Indonesia seperti China, Jepang, Amerika Serikat dan mengalami penurunan permintaan sepanjang tahun ini (lihat info grafis). Walhasil, hampir mustahil bagi Indonesia mendulang surplus  lebih tinggi daripada tahun lalu. Bahkan, "Saya tak yakin bisa mencapai surplus lebih dari US$ 1 miliar tahun ini," tandas Satwiko, kemarin (1/10).
Sebagai gambaran, 10 tahun terakhir, rata-rata surplus perdagangan Indonesia di atas US$ 5 miliar per tahun. Bahkan tahun 2006 sempat hampir menyentuh US$ 40 miliar.
Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih memprediksikan, selama ekonomi China melambat, ekonomi Indonesia akan terkena efeknya. Maklum, China adalah pasar terbesar ekspor Indonesia.
Toh, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa masih yakin, neraca perdagangan bisa mencetak surplus lebih besar. Dia melihat, impor akan menurun pada akhir tahun ini. "Saya yakin fase impor barang modal sudah selesai, sekarang kita menuju fase produksi, " kata Hatta.
Ekonom BII, Juniman, memperkirakan, pada triwulan VI-2012, tekanan impor masih kuat karena permintaan bahan bakar minyak (BBM) akan meningkat. Selama ini, impor BBM termasuk penyokong utama impor Indonesia.
Kini, cara paling efektif mengerem tekanan impor adalah  mengurangi konsumsi BBM. Saat bersamaan, pembukaan pasar ekspor baru bisa menambah pundi-pundi baru devisa bagi Indonesia.

No comments:

Post a Comment