PAJAK INTERNATIONAL
Latar Belakang
Pajak merupakan
salah satu sumber pendapatan terbesar bagi suatu negara, yang akandigunakan
untuk membiayai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
demikesejahteraanrakyatnya.Pajak yang dikenakan oleh pemerintah ada
berbagai macamnya,misalnya Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan,Pajak
Pertambahan Nilai, pajakPotong Hewan, dan sebagainya. Jika semua sumber-sumber
penerimaan pajak tersebut biasmasuk ke kas negara serta dipergunakan
sebagaimana mestinya, maka bisa dipastikan tingkatkesejahteraan masyarakat akan
meningkat. Namun kenyataannya, penerimaan dari sektor pajak yang seharusnya
digunakan untuk Membiayai kepentingan umumjustru digunakanoleh segelintir
orang untuk membiayaikepentingannya sendiri. Selain itu, maraknya kasus
mafia pajak juga menjadi salah satupenyebab menurunnya penerimaan dari sektor
perpajakan.Selain kasus mafia pajak seperti yang terjadi di Indonesia, salah
satu faktor yang jugamenjadi penyebab menurunnya penerimaan pajak bagi negara
adalah dengan adanya taxheaven country atau negara surga pajak, yang berarti
bahwa di wilayah atau negara tersebutpajak dikenakan pada tingkat yang rendah,
bahkan tidak sama sekali atau nihil.Tax havenkerap dituding
sebagai wilayah bagi individuatauperusahaan untukmenghindari
pajak dari suatu negara dengan membuat anak perusahaan di wilayah atau negara
tax haven. Negara-negara ini juga dianggap sebagai tempat bagi koruptor untuk
menyimpanaset-aset berharga mereka. Mereka bisa menempatkanduitnya tanpabanyak
ditanya dan dicurigai.Dengan demikian,pajakyang seharusnya bisa
diperoleh dariperusahaan-perusahaanhilangdengan adanya tax heaven. Untuk
bisa memaksimalkan penerimaan suatu negara dari sektor perpajakan, makasalah
satu cara yang harus
dilakukan adalah dengan tidak diberlakukannya tax heaven.
Karena dengan adanya tax heaven,maka para wajib pajak lari ke Negara tax heaven
untukmenghindari pajak di negaranya.
Pajak Internasional atau lebih
tepatnya Perpajakan Internasional adalah tata cara dan hukum pemajakan yang
terdiri atas kaidah-kaidah, baik kaidah perpajakan nasional maupun kaidah yang
berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh
negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat
ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai
objeknya.
Setiap Negara memiliki
peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri atau yang
disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan
perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda
dengan Negara-negara lainnya.
Dalam
rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara
menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik
kepentingan. Sebagai contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan
penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebutworld
wide income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak
mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut
diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut.
Semua
adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi
Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk
Usaha Tetap. Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam
pengenaan pajak dengan Negara lainyang menganut asas pemajakan berbeda dengan
Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas pemajakan kebangsaan
(kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak mempermasalahkan
dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang tetap diwajibkan
membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.
Konflik
yang timbul umumnya adalah kemungkinan pengenaan pajak berganda atas suatu
subjek atau objek pajak oleh beberapa Negara, yang sering disebut sebagai pajak
berganda internasional. Pajak berganda internasional sendiri hanya merupakan
satu jenis peristiwa pajak berganda, karena pajak berganda dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
Pajak
berganda nasional (national double taxation)
Adalah
pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh suatu
negara. Pajak berganda internasional
(international double taxation)
Adalah
pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh lebih
dari satu negara, dengan kata lain pajak berganda internasional timbul karena :
Ada
lebih dari satu negara yang memungut pajak
Dikenakan
terhadap objek yang sama Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional
maka perlu diadakan perjanjian penghindaran pajak berganda (agreement for the
avoidance of double taxation and the prevention of tax evasion) atau dikenal
dengan istilah tax treaty.
Pajak
internasional mengenal azas-azas tentang domicily country dan source country.
Disebut domicily country apabila negara tempat tinggal Wajib Pajak (domicily
country atau home country) menganut asas domisili yang mengenakan pajak
penghasilan atas worldwide income atas dasar asas domisili.
Apabila
Wajib Pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di negara tempat tinggalnya
(source country, atau host country), dan kemudian dikenakan juga pajak
penghasilan atas laba tersebut atas dasar asas domisili, maka Wajib Pajak
tersebut akan dikenakan pajak dua kali (double taxation). Yang pertama oleh
source country dan yang kedua oleh domicile country. Negara-negara yang tarif
pajaknya rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak atas penghasilan
disebut sebagai negara-negara surga pajak (tax haven countries).
Pajak
berganda dapat dibedakan menjadi Pajak berganda internal (internal double
taxation); pajak berganda internasional (international double taxation); pajak
berganda secara yuridis (juridical double taxation) serta pajak berganda secara
ekonomis (economic double taxation). Internal double taxation adalah pengenaan
pajak atas Subjek dan Objek Pajak yang sama dalam suatu negara. International
double taxation adalah pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap Subjek
dan Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau lebih mengenakan
pengenaan pajak atas Objek Pajak yang sama dan Subjek Pajak yang sama.
Knechtle
dalam bukunya berjudul Basic problem in international fiscal law (1979)
membedakan pengertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara
sempit (narrower sense). Secara luas pengertian pajak berganda diartikan setiap
bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, dapat dalam
bentuk berganda (double taxation) atau lebih (multiple taxation) terhadap suatu
fakta fiskal. Secara sempit pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus
pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu
administrasi perpajakan yang sama. Pajak berganda seperti ini sering disebut
sebagai pajak berganda ekonomis (economic double taxation). Pemajakan ganda
oleh berbagai administrator dapat pula terjadi secara vertikal (pemerintah
pusat dan daerah, atau secara diagonal (pemerintah daerah kota/kabupaten,
propinsi X dan Y).
Definisi
Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda adalah perjanjian pajak antar dua negara atau antar
beberapa negara dalam upaya menghindari pajak berganda. Hal-hal yang ada
didalamnya meliputi negara mana saja yang menjadi peserta dan terikat
dalamperjanjian tersebut dan objek pajak apa yang tercakup dalam perjanjian
tersebut.
Pada
dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :
Menyebutkan
jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya, hal ini dapat menimbulkan
perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering kali ditambahakan klausal “jika
terdapta keragu-raguan maka akan dibicarakan bersama”.
Mencantumkan
definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama pajaknya, yang pada waktu
perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah dengan ketentuan bahwa pada
sewaktu-waktu tertentu otoritas keuangan dari masing-masing negara akan saling
memberitahukan, pajak mana yang tunduk dalam perjanjiana tersebut.
Menyebutkan
nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian tersebut juga berlaku untuk
pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada hakekatnya mempunyai dasar yang sama.
Objek
pajak dalam tax treaty pada umumnya dibagi dalam 15 jenis penghasilan :
1. Penghasilan
dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from immovable property)
2. Penghasilan
dari usaha (business income atau business profit)
3. Penghasilan
dari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from shipping and air
transport)
4. Deviden
5. Bunga
6. Royalty
7. Keuntungan
dari penjualan harta (capital gain)
8. Penghasilan
dari pekerjaan bebas (income from independent personal service)
9. Penghasilan
dari pekerjaan (income from dependent personal service)
10. Gaji
untuk direktur (director fees)
11. Penghasilan
seniman, artis dan atlit (income earned by entertainers and athletes)
12. Uang
pensiun dan jaminan social tenaga kerja (pension and social security payment)
13. Penghasilan
pegawai negeri (income in respect of government service)
14. Penghasilan
pelajar atau mahasiswa (income received by students and apprentices)
15. Penghasilan
lain-lain (other income)
Tujuan
Adanya
kebijakan pajak internasional khususnya P3B dimaksudkan terutama untuk
menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul karena dua
negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ketentuan-ketentuan dalam
P3B yang dimaksudkan untuk mencegah pengenaan pajak berganda ini misalnya ;
Adanya
ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana seseorang
atau badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax person) oleh
dua negara yang berbeda.
Adanya
ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 P3B
untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang
bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa
pembatasan kepada suatu negara untuk mengenakan pajak.
Adanya
ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi
di suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu
Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing.
Adanya
ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana jika satu
Wajib Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di negara lain maka
Wajib Pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk menyelesaikan
masalahnya melalui MAP ini.
Selain
untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax
evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B
dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan investasi
antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu negara
karena sumber daya dialokasikan secara efisien.
Perpajakan
berganda internasional terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini
karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global
principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan
pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat
pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN)
oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara
tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan
dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber
Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua
negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam
negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali.
Sumber Hukum
Di
Indonesia, pajak internasional khususnya mengenai P3B diatur dalam Pasal 32A
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini
adalah lex specialist terhadap Undang-undang domestik. Dengan demikian, jika
ada ketentuan dalam undang-undang domestik bertentangan dengan ketentuan dalam
P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B.
Saat
ini sudah ada sekitar 58 P3B Indonesia dengan negara lain yang sudah berlaku
efektif. Jumlah ini akan terus bertambah karena ada beberapa P3B lagi yang
belum berlaku efektif tetapi masih dalam proses perundingan,
penandatanganan, ratifikasi atau proses pemberlakuan.Beberapa ketentuan
pelaksanaan terkait pelaksanaan atau penerapan P3B ini adalah antara lain :
PER-61/PJ./2009
tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
PER-62/PJ./2009
tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
PER-67/PJ./2009
tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan P3B.
Dalam
P3B OECD Model, ketentuan tentang pertukaran informasi dimuat dalam Pasal 26.
Sementara itu aturan internal di Indonesia untuk melakukan proses pertukaran
informasi diatur dalam SE-61/PJ/2009.
Model
P3B / Tax Treaty
Dalam
Perpajakan Internasional terdapat dua model persetujuan tax treaty utama
yang digunakan sebagai model untuk tax treaty antar negara-negara di
dunia, antara lain :
OECD
Model.
OECD
merupakan singkatan dari Organization for Economic Cooperation and
Development, adalah sebuah organisasi Internasional dengan tiga puluh negara
yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas.
Negara-negara anggotaOECD adalah negara negara yang maju, dimana arus barang,
uang dan orang diantara mereka setara. Negara negara ini menggunakan asas
residensial atau domisili untuk taxing right atau hak pemajakannya,
dimanapenghasilan royalti tidak termasuk penghasilan yang dibebaskan dalam
penghitungan pajak. Hak pemajakan atas royalti diberikan sepenuhnya kepada
Negara Domisili.
Hal
ini tidak menjadi masalah bagi negara-negara OECD dikarenakan kesetaraan tadi,
hingga salinginternetting perpajakan di lingkungan negara negara OECD. Hal
ini kemudian menjadi tidak adil bila dilakukan modeltax treatyini dilakukan
dengan negara negara berkembang, karena bila menggunakan asas residensial, maka
negara negara berkembang tersebut tidak akan mendapatkan bagian hasil
pajakkarena umumnya negara maju memiliki investasi di negara berkembang, sebaliknya
negara berkembang memiliki sedikit investasi di negara negara maju.Metode yang
digunakan pada tax treatymodel OECD adalahexemption dancredit method.
P3B
Ada
beberapa metode yang biasa dilakukan untuk mengurangi resiko kemungkinan
pengenaan pajak berganda internasional, antara lain:
Metode
perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain dapat
dilakukan dengan:
Traktat
yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa
Negara dalam suatu perjanjian;
Traktat
yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua Negara.
Metode
unilateral atau sepihak
Cara ini ditempuh
oleh Negara secara sepihak melauli yurisdiksi nasionalnya, yakni dengan cara
memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan
pajak berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya Pasal 24 Undang-Undang
Pajak Penghasilan tentang kredit pajak luar negeri. Tata cara
pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu:
Kredit
penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar
jumlah yang dibayarkan di luar negeri; dan
Kredit
terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar
di luar negeri menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di
luar negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di
Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.
Metode
Pembebasan
Metode
inidianggap metode yang paling praktis sebab Negara Domisili tidak perlu
mengetahui bagaimana suatu penghasilan dikenakan pajak di Negara Sumber, yaitu
dengan cara memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri. Ada dua cara pembebasan yang dapat ditempuh, yaitu:
Memberikan
pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber tidak dimasukkan dalam
perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga sering disebut dengan
pembebasan penuh atau full exemption;
Cara
pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas
seluruh penghasilan, baik dari dalam negeri atau dari luar negeri, atau disebut
juga pembebasan dengan progresi atau exemption with progression.
No comments:
Post a Comment